KULTUM bersama Ustad Nursalim
Bahas , tasawuf Amali
Musyaratah, Muraqabah, dan Muhasabah
Lampung selatan trust media.id
Langkah yang harus dilakukan seorang salik(pembersihan jiwa dn hati)dalam merealisasikan riyadahnya, pertama adalah musyaratah. Yakni mensyaratkan pada dirinya untuk senantiasa berada dalam kondisi kepatuhan dan ketaatan pada Allah SWT. Cara melakukannya adalah, pada awal hari ketika bangun tidur malam berjanji pada diri bahwa hari ini tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar perintah dan larangan Tuhan.
Mungkin saja syaitan dalam masalah ini menggambarkannya sebagai suatu perkara yang besar untuk melemahkan salik dalam keputusannya. Tapi salik harus bertegas menjalankannya dan mengeluarkan pengaruh syaitan serta bala tentaranya dari qalbunya. Ia harus mengutuk syaitan yang senantiasa berusaha menyesatkan anak keturunan Adam dari jalan kesempurnaannya.
Dengan demikian, satu hari terlewatkan tanpa mengerjakan pelanggaran kepada Tuhan perlahan-lahan akan membuka jalan kemudahan bagi salik untuk melewati hari-hari berikutnya dengan ketaatan dan kepatuhan serta tanpa pelanggaran dan kesalahan. Pada kondisi ini ia akan membenarkan bahwa betapa jalan ketaatan dan kepatuhan pada Allah SWT bukanlah suatu perkara yang berat.
Langkah berikutnya setelah musyaratah, adalah muraqabah. Yakni kelaziman dari tidak meninggalkan perintah-perintah Ilahi serta tidak melanggar larangan-larangan-Nya adalah mengontrol dan mengawasi nafs supaya tidak tergelincir sama sekali dalam pelanggaran perintah dan larangan Ilahi. Kondisi senantiasa dalam pengawasan dan penjagaan terhadap diri inilah yang disebut ulama akhlak sebagai muraqabah.
Seseorang terkadang tidak ingin melakukan pelanggaran terhadap perintah dan larangan Ilahi. Dalam artian ia melakukan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan agama. Akan tetapi ia tidak mewaspadai dan mengontrol seluruh gerak dan diamnya, sehingga boleh jadi dikarenakan ketiadaan pengontrolan setiap saat diri inilah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap perkara wajib atau haram Ilahi. Yang mana dengan itu ia terhalang dalam meraih kesempurnaan-kesempurnaan insani. Olehnya Tuhan telah menganjurkan untuk setiap diri memperhatikan secara seksama dirinya dan mewaspadai amal perbuatan dirinya. Firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا
اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Dalam ayat ini, disamping perintah Tuhan kepada orang mukmin untuk bertakwa, juga perintah-Nya supaya mewaspadai dirinya. Sebab hanya dengan senantiasa mewaspadai diri seorang hamba dapat terjaga dari segala bentuk ketergelinciran dan kejatuhan. Amirul Mukminin Ali as dalam hal ini berkata: Jadikanlah dirimu pengawas terhadap dirimu. Dikesempatan lain beliau berkata: Sepantasnya manusia berkuasa atas nafsnya dengan mengontrol (muraqabh) qalbunya.
Allamah Thabathabai rh dalam hal pentingnya muraqabah berkata: Kunci segala sesuatu adalah muraqabah. Apabila muraqabah tak ada dan tak benar dilakukan, amalan-amalan lainnya dalam sair dan suluk tidak punya pengaruh sama sekali.
Ayatollah Hak Syenas rh berkata: Jalan mengetahui kapan syaitan datang adalah muraqabah. Beliau juga berkata: Semoga Tuhan merahmati Allamah Thabathabai yang berkata, Permulaan adalah muraqabah, pertengahan juga muraqabah, serta akhir juga adalah muraqabah.
Langkah berikutnya sesudah muraqabah adalah muhasabah. Yakni salik sebelum tidur di malam hari melakukan perhitungan terhadap nafsnya (muhasabah nafs). Sebab, muraqabah sendiri akan sempurna apabila disertai dengan muhasabah. Salik meninjau amal perbuatannya dalam seharian, apakah terdapat pelanggaran ataukah tidak terhadap musyaratahnya. Apabila ia menjumpai dirinya berbuat pelanggaran maka segera beristigfar memohon ampunan pada Allah SWT atas kekhilafannya.
Dan apabila ia menemukan dirinya selamat dari pelanggaran dan kesalahan, ia segera bersyukur pada Allah SWT yang telah melindunginya dari perbuatan kesalahan. Amirul Mukminin Ali as dalam menjelaskan perkara muhasabah ini berkata: Seseorang yang menghisab dirinya, ia akan berhenti atas aib-aibnya dan mendapatkan penguasaan terhadap dosa-dosanya serta akan mencari taubat atas dosa-dosanya dan akan memperbaiki aib-aibnya.
Oleh karena itu, salah satu aspek muhasabah adalah mencari tahu kekurangan-kekurangan amaliah dan akhlak. Sebab seseorang, selagi ia tidak mengetahui kekurangan-kekurangan nafsnya maka ia tidak akan pernah bergerak untuk menghilangkannya. Dan ia selamanya dalam kondisi berkhayal bahwa dirinya sempurna tanpa punya
kekurangan-kekurangan amaliah dan akhlak pada nafs. Imam Kazhim as berkata: Bukan dari (golongan) kami orang yang tidak menghisab nafsnya setiap hari. Apabila ia mengerjakan amal baik maka ia bermohon kepada Tuhan untuk diperbanyak dan apabila ia mengerjakan perbuatan buruk maka ia memohon ampun pada Tuhan serta bertobat Kepada-Nya.
Tahap-tahap ini semua pada awal melakukannya akan terasa berat dan kadang akan mendapati dirinya tidak merealisasikannya secara sempurna. Akan tetapi salik harus berusaha untuk menjalankannya secara lebih baik hingga ia mendapatkan kondisi malakah pada dirinya. Dengan itu, ia akan mengerjakannya dengan perasaan ringan serta menemukan kemudahan amaliah dan ibadah dalam dirinya.
semoga bermanfaat
هم صل علي سيدنا محمد و علي ال سيدنا محمد وعجل فراجهم وارحمنابهم
( red/ Dn)