Trustmedia.id, Jakarta — Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, meminta aparat kepolisian serta pihak terkait, menindak tegas dan tidak tebang pilih dalam menegakkan aturan pelaksanaan protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 di masyarakat.
Permintaan ini disampaikan Sahroni merespons putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yang menjatuhkan vonis hukuman denda Rp20 juta terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam kasus kerumunan Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Selain kasus kerumunan Megamendung, Rizieq juga divonis delapan bulan penjara terkait perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.
“Vonis ini juga sekaligus menjadi pengingat untuk para penegak hukum tetap tegakkan aturan, jangan pilih kasih dalam memastikan bahwa protokol kesehatan tetap dipatuhi, harus tegas juga terhadap pelanggar lain, apalagi setelah angka positif kini kembali meningkat,” kata dia, Sabtu (29/5/2021).
Selain itu, ia mengapresiasi keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur tersebut.
Menurutnya, keputusan itu bisa menjadi contoh agar masyarakat tidak mengadakan kegiatan yang menyebabkan kerumunan di era pandemi Covid-19 seperti saat ini.
“Untuk putusan Rizieq Shihab, kami di Komisi III mengapresiasi para penegak hukum karena sudah menetapkan hukuman pada beliau. Semoga putusan ini bisa menjadi pelajaran buat masyarakat agar menghindari kegiatan apapun yang menyebabkan munculnya kerumunan,” ujar politikus NasDem itu, CNNIndonesia.
Akui Ada Diskriminasi
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam sidang vonis Habib Rizieq Shihab mengakui ada diskriminasi penindakan terhadap para pelanggar protokol kesehatan di tengah pandemi covid-19.
Hal itu disampaikan ketika hakim membacakan pertimbangan hukum terhadap Rizieq dalam perkara kerumunan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/5).
“Mencermati fenomena tersebut majelis berpendapat sebagai berikut, telah terjadi ketimpangan perlakuan atau diskriminasi yang harusnya tidak terjadi di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya sebagai negara hukum,” ujar hakim saat membacakan pertimbangan vonis.
Hakim mengacu pada pertanyaan Rizieq, penasihat hukum, maupun keterangan saksi yang sempat dihadirkan di persidangan beberapa waktu belakangan.
Hakim menyatakan banyak terjadi kerumunan massa yang mengabaikan protokol kesehatan. Namun tidak memiliki dampak terhadap persoalan hukum.
Atas hal tersebut, hakim menilai diskriminasi tersebut seharusnya tidak terjadi di Indonesia. Terlebih, Indonesia berstatus sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan dalam konstitusinya.
“Terjadi pengabaian terhadap masyarakat karena masyarakat sudah jenuh terhadap Covid-19 dan ada pembedaan perlakuan di masyarakat satu sama lain,” kata hakim.
Selain itu, hakim juga menilai perbuatan Rizieq tergolong kesalahan tidak disengaja dalam perkara kerumunan di Megamendung.
“Perbuatan terdakwa merupakan delik culpa atau kesalahan yang tak disengaja,” kata hakim.
Majelis Hakim telah memvonis Rizieq hukuman denda Rp20 juta dalam perkara tersebut. Apabila tidak dibayar maka diganti pidana lima bulan penjara.
Vonis
Sebagai informasi, Rizieq telah divonis dengan hukuman denda Rp20 juta dalam kasus kerumunan Megamendung oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5).
Jika denda tidak dibayar maka Rizieq dapat dipidana lima bulan penjara.
“Menjatuhkan pidana dengan pidana denda sejumlah Rp20 juta dan ketentuan jika denda tak dibayar maka diganti dengan pidana 5 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa.
Vonis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni selama 10 bulan penjara dan denda 50 juta rupiah, subsider 3 bulan penjara.
Hakim menyatakan Rizieq secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Ada beberapa poin meringankan yang dipertimbangkan hakim ketika memvonis hukuman tersebut.
Salah satu poin yang meringankan lantaran eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu tokoh agama yang dikagumi oleh umat.
Hakim pun berharap Rizieq ke depan bisa melakukan pendidikan bagi umat agar mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah.
Selain kasus kerumunan Megamendung, Rizieq juga divonis delapan bulan penjara terkait perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.
Dalam sidang vonis tersebut, pada pertimbangan hukumnya untuk perkara kerumunan Megamendung, majelis hakim pun mengakui ada diskriminasi penindakan terhadap para pelanggar protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
“Mencermati fenomena tersebut majelis berpendapat sebagai berikut, telah terjadi ketimpangan perlakuan atau diskriminasi yang harusnya tidak terjadi di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya sebagai negara hukum,” ujar hakim saat membacakan pertimbangan vonis.
Hakim mengacu pada pertanyaan Rizieq, penasihat hukum, maupun keterangan saksi yang sempat dihadirkan di persidangan beberapa waktu belakangan Hakim menyatakan banyak terjadi kerumunan massa yang mengabaikan protokol kesehatan. Namun tidak memiliki dampak terhadap persoalan hukum.
Atas hal tersebut, hakim menilai diskriminasi tersebut seharusnya tidak terjadi di Indonesia.
Terlebih, Indonesia berstatus sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan dalam konstitusinya.
“Terjadi pengabaian terhadap masyarakat karena masyarakat sudah jenuh terhadap Covid-19 dan ada pembedaan perlakuan di masyarakat satu sama lain,” kata hakim. (*)
FOTO: Habib Rizieq Shihab (Istimewa)