Utang Garuda Capai Rp 70 Triliun, Berpotensi Bangkrut jika…

0
149

Trustmedia.id, Jakarta – Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akan segera melakukan restrukturisasi massal guna mengurangi utang-utangnya.

Ia menyebut utang Garuda telah mencapai Rp 70 triliun.

Dalam proses restrukturisasi, Kartika mengakui Garuda akan menghadapi potensi kebangkrutan jika tidak dapat mencapai kesepakatan dengan lessor.

Sebelumnya, perseroan tercatat menjalin kerja sama dengan 36 lessor.

“Memang ada risiko kalau kreditur tidak menyetujui atau banyak tuntutan legal, bisa terjadi tidak mencapai kuorum dan akan menuju kebangkrutan. Ini yang kami hindari karena harapannya ada kesepakatan dari seluruh kreditur untuk menyepakati restrukturisasi Garuda,” ujar Kartika dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, Kamis, 3 Juni 2021.

Kartika menyatakan Garuda akan menjalani proses hukum yang berat dan kompleks dalam menempuh restrukturisasi perusahaan secara besar-besaran.

Musababnya, mayoritas lessor perusahaan maskapai pelat merah itu adalah pihak asing, sehingga pembicaraannya harus dilakukan melalui ketentuan hukum yang berlaku secara internasional.

Selain lessor, kreditur Garuda lainnya yang merupakan pemberi pinjaman dalam bentuk sukuk global juga berasal dari luar negeri, yakni Timur Tengah.

Untuk menempuh proses restrukturisasi utang, Kartika menyatakan pihak Kementerian BUMN telah menunjuk konsultan hukum maupun konsultan keuangan.

Selama proses renegosiasi berlangsung, Kartika menyatakan Garuda akan meminta adanya moratorium pembayaran utang.

Moratorium membutuhkan waktu 270 hari sebelum restrukturisasi selesai.

“Apabila Garuda bisa melakukan restrukturisasi secara massal dengan seluruh lessor dan pemegang sukuk serta melakukan cost reduction, harapannya cost itu menurun 50 persen atau lebih, Garuda bisa survive pasca-restukturisasi,” ujar Kartika, dilansir Tempo.

Garuda terus menanggung beban berat karena kebutuhan biaya operasi atau cost yang harus dikeluarkan setiap bulan mencapai US$ 150 juta.

Sedangkan total pendapatan Garuda hanya sebesar US$ 50 juta saat ini.

Kondisi tersebut menandakan bahwa emiten berkode GIAA itu merugi US$ 100 juta setiap bulan.

Permasalahan Garuda, kata Kartika, sejatinya terjadi sejak lama.

Pertama, Garuda memiliki jenis pesawat yang terlalu banyak seperti Boeing 727, Boeing 777, Airbus A320, Airbus A330, ATR, dan Bombardir.

Sebab itu, beban leasing melebihi cost yang wajar. Tak hanya itu, rute-rute penerbangan maskapai banyak yang tidak untung.

Pasca-Covid-19, Kartika mengatakan Garuda menghadapi masalah baru karena adanya pengakuan kewajiban, sehingga utangnya membengkak dari Rp 20 triliun menjadi Rp 20 triliun.

“Yang semula dicatat operational lease sebagai Opex kemudian dicatat sebagai utang,” tutur Kartika.

Kartika menyebut kondisi ini membuat Garuda dalam posisi unsolved.

Musababnya, kata Kartika, utang dan ekuitas perusahaan sudah tidak memadahi untuk mendukung neraca.

“Kalau kita melakukan resturkturisasi yang sifatnya fundamental, utang yang US$ 4,5 miliar dolar ini harus menurun di kisaran US$ 1-1,5 miliar,” tutur Kartika. (*)

FOTO: Ilustrasi/Istimewa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini