Trustmedia.id, Jakarta – Pemerintah telah menetapkan sejumlah kebijakan untuk mencegah penyebaran virus corona selama masa Ramadhan dan Idul Fitri 2021.
Pada akhir Maret, pemerintah mengumumkan kebijakan tentang larangan mudik Lebaran, terhitung mulai 6 hingga 17 Mei 2021.
Namun, baru-baru ini, pemerintah memberlakukan kebijakan tambahan berupa pengetatan perjalanan selama H-14 dan H+7 larangan mudik Lebaran.
Lantas, apa beda larangan mudik Lebaran dengan pengetatan perjalanan? Berikut uraiannya, dilansir Kompas.com, Jumat (23/4/2021):
1. Larangan mudik
Larangan tentang mudik Lebaran 2021 diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy berdasarkan hasil rapat tingkat menteri, Jumat (26/3/2021).
Larangan tersebut berlaku untuk seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, karyawan swasta maupun pekerja mandiri, dan seluruh masyarakat.
“Larangan mudik akan mulai pada 6-17 Mei 2021,” kata Muhadjir kala itu.
Aturan ini lantas ditegaskan dalam Surat Edaran Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021.
Surat yang ditandatangani Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo pada 7 April 2021 itu menegaskan peniadaan mudik Lebaran, baik yang menggunakan moda transportasi darat, kereta api, laut, dan udara lintas kota/kabupaten/provinsi/negara.
Namun, ketentuan ini dikecualikan bagi dua kategori. Pertama, kendaraan pelayanan distribusi logistik. Kedua, pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan non-mudik.
Keperluan mendesak yang dimaksud yakni bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi 1 orang anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal 2 orang.
Apabila seseorang memiliki keperluan mendesak dan hendak melakukan perjalanan antardaerah selama masa larangan mudik, diwajibkan bagi dirinya untuk memenuhi sejumlah persyaratan perjalanan.
Persyaratan itu misalnya, memiliki surat izin perjalanan tertulis atau surat izin keluar/masuk (SIKM).
Kemudian, bagi pegawai instansi pemerintahan/ASN, pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), prajurit TNI, dan anggota Polri wajib melampirkan print out surat izin tertulis dari pejabat setingkat Eselon ll yang dilengkapi tanda tangan basah/tanda tangan elektronik pejabat serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Kedua, bagi pegawai swasta, wajib melampirkan print out surat izin tertulis dari pimpinan perusahaan yang dilengkapi tanda tangan basah/tanda tangan elektronik pimpinan perusahaan serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Ketiga, bagi pekerja sektor informal, harus melampirkan print out surat izin tertulis dari kepala desa/lurah yang dilengkapi tanda tangan basah/tanda tangan elektronik Kepala desa/lurah serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Keempat, bagi masyarakat umum nonpekerja, wajib melampirkan print out surat izin tertulis dari Kepala Desa/Lurah yang dilengkapi tanda tangan basah/tanda tangan elektronik kepala desa/lurah serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
Selain itu, sebagaimana bunyi SE Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 12 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Covid-19, pelaku perjalanan wajib memiliki surat keterangan negatif hasil tes Covid-19.
Terkait hal ini, pelaku perjalanan mempunyai 3 alternatif. Pertama, RT-PCR yang sampelnya diambil maksimal 3×24 jam sebelum keberangkatan.
Kedua, rapid test antigen dengan pengambilan sampel maksimal 2×24 jam sebelum keberangkatan.
Ketiga, tes GeNose C19 yang sampelnya diambil maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan.
Sesuai dengan bunyi SE 13/2021, akan dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan dokumen tersebut di pintu kedatangan atau pos kontrol yang berada di rest area, perbatasan kota besar, titik pengecekan (check point) dan titik penyekatan daerah oleh anggota TNI/Polri dan pemerintah daerah.
2. Pengetatan perjalanan
Ketentuan mengenai pengetatan perjalanan tertuang dalam Adendum Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Addendum tersebut ditetapkan dan ditandatangani Ketua Satgas Penanganan Covid-19 pada 21 April 2021.
Dalam addendum disebutkan bahwa persyaratan pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) diperketat selama H-14 dan H+7 peniadaan mudik Lebaran.
Oleh karena larangan mudik berlangsung 6-17 Mei 2021, maka pengetatan perjalanan berlaku 22 April-5 Mei dan 18-24 Mei 2021.
Pengetatan berlaku bagi pelaku perjalanan udara, laut, dan darat.
Bagi pelaku perjalanan transportasi udara dan laut misalnya, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan.
Bisa juga, pelaku perjalanan menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19, serta mengisi e-HAC Indonesia.
Sementara itu, pelaku perjalanan kereta api antarkota wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan, atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19.
Pelaku perjalanan kereta api tidak diwajibkan mengisi e-HAC.
Apabila diperlukan, Satgas Penanganan Covid-19 Daerah dapat melakukan tes acak rapid test antigen/tes GeNose C19 terhadap pelaku perjalanan transportasi umum darat.
Adapun, pelaku perjalanan transportasi darat pribadi diimbau melakukan tes RT-PCR atau rapid test antigen yang sampelnya diambil maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan, atau tes GeNose C19 di rest area.
Akan dilakukan tes acak apabila diperlukan oleh Satgas Penanganan Covid-19 Daerah.
Kendati demikian, anak-anak di bawah usia 5 tahun tidak diwajibkan untuk melakukan tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 sebagai syarat perjalanan.
Dalam adendum ini juga disebutkan bahwa masyarakat yang dinyatakan negatif Covid-19 tetapi menunjukkan gejala tidak diizinkan melanjutkan perjalanan.
Mereka diminta melakukan tes diagnostik Covid-19 sembari melakukan isolasi mandiri.
“Addendum Surat Edaran ini berlaku efektif mulai tanggal 22 April sampai dengan tanggal 5 Mei 2021 dan 18 Mei sampai dengan tanggal 24 Mei 2021, serta akan ditinjau lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan situasi terakhir di lapangan,” demikian bunyi penutup adendum.
3. Perbedaan aturan
Dari uraian di atas nampak adanya sejumlah perbedaan antara larangan mudik Lebaran dan pengetatan perjalanan.
Perbedaan itu misnya terkait masa berlaku. Larangan mudik berlangsung 6-17 Mei 2021, sedangkan pengetatan perjalanan berlaku 22 April-5 Mei dan 18-24 Mei 2021.
Selama masa larangan mudik, izin perjalanan diberikan kepada dua kategori yakni kendaraan pelayanan distribusi logistik dan pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak.
Sementara itu, selama masa pengetatan perjalanan, setiap orang dapat melakukan perjalanan apabila memenuhi syarat berupa hasil negatif tes Covid-19.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, jika biasanya hasil tes Covid-19 untuk syarat perjalanan berlaku 3×24 jam, pada masa pengetatan hasil tes hanya berlaku 1×24 jam.
“Intinya adalah tes yang biasanya berlaku bisa tiga hari, sekarang, untuk yang dua periode sebelum dan setelah dari masa peniadaan mudik, berlakunya satu hari,” kata Wiku dalam konferensi pers daring, Jumat (23/4/2021).
Di luar ketentuan itu, lanjut Wiku, tak ada pengetatan dalam bentuk lainnya selama H-14 dan H+7 larangan mudik Lebaran.
“Jadi prinsipnya seperti itu. Perjalanannya semuanya normal, hanya persyaratan tes yang diperketat,” kata dia. (*)
FOTO: Ilustrasi/Istimewa