Tragedi Kemanusia’an di Kampung Lapak Priuk:ketum ABB Geram

Tragedi Kemanusia’an di Kampung Lapak Priuk:ketum ABB Geram

Cilegon   Trustmedia.id

H. Suwarni – Ketua Umum Aliansi Banten Birokrasi. Polemik penggusuran bangunan yang ditempati warga di Lingkungan Priuk, Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, menjadi sorotan publik dimana warga tidak merasa memiliki lahan yg mereka tempati puluhan tahun, mereka meminta ijin kepada H.Masduki yg mengaku pengelola lahan dan mengeluarkan sejumlah uang,.Tetapi selama lebih dari 2 tahun warga di intimidasi dan digusur paksa yang diduga dilakukan oleh oknum Ketua LSM yg mengaku mendapatkan SPK pengusiran lahan tersebut. Kini hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian. Mereka dipaksa meninggalkan rumahnya tanpa dasar hukum yang jelas, tanpa putusan pengadilan, bahkan tanpa kesempatan untuk membela diri.
Tragedi ini bukan sekadar persoalan sengketa tanah — tetapi cermin betapa hukum bisa dipelintir oleh kepentingan bisnis dan aparat yang kehilangan nurani.
Kampung Lapak bukan kawasan liar. Sejak 1988, warga mulai menempati lahan yang dulunya rawa dan bekas pemakaman Tionghoa. Mereka membangun rumah, masjid, mushola, posyandu, balai warga, hingga PAUD secara swadaya. Selama lebih dari 30 tahun, tak ada konflik, tak ada sengketa, hingga tiba-tiba pada 2022 muncul klaim sepihak: lahan itu milik seseorang bernama Hartono.
Ironisnya, klaim kepemilikan itu hanya ditunjukkan melalui fotokopi sertifikat hak milik (SHM) No. 528, 525, dan 516, tanpa pernah ada bukti asli yang diverifikasi BPN. Lebih parah lagi, dokumen negara berupa buku tanah sebanyak 57 bidang justru dibawa dan diperlihatkan oleh Ketua LSM BMPP Kota Cilegon, Deni Jueni. Ini bukan hanya pelanggaran etik, tetapi dugaan serius kebocoran dokumen negara dari BPN Cilegon yang harusnya diselidiki secara hukum.
Pemagaran Paksa dan Uang “Kerohiman”
Sejak 2023, intimidasi terhadap warga kian menjadi. Pemagaran tembok beton setinggi 2,5 meter menutup akses keluar masuk warga. Rumah-rumah permanen dan semi permanen diratakan. Para pedagang kecil yang berjualan di depan Mall Ramayana dipaksa menerima uang “kerohiman” antara 2 hingga 15 juta rupiah — kompensasi yang jelas tidak manusiawi bagi rumah yang mereka bangun bertahun-tahun.
Lebih tragis lagi, dua warga meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan rumah saat dipaksa membongkar sendiri tempat tinggalnya. Inilah wajah kezaliman yang nyata: rakyat kecil dipaksa tunduk tanpa proses hukum, sementara aparat memilih diam di menara kaca kekuasaan.
Padahal, konstitusi menjamin hak atas tempat tinggal dan perlindungan hukum yang setara. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dengan tegas menyebut setiap orang berhak bertempat tinggal dan memperoleh lingkungan hidup yang layak. Demikian pula Pasal 36 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menegaskan hak kepemilikan tidak boleh dirampas secara sewenang-wenang.
Namun di Cilegon, semua itu tampak tak berlaku. Penggusuran tanpa putusan pengadilan adalah bentuk pelanggaran terhadap UU No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin. Ironinya, yang tidak punya izin justru mereka yang mengaku “pemilik tanah”, sementara warga yang telah menempati dan merawat lahan selama tiga dekade justru dituduh “menyerobot”.

Aroma Busuk Kolusi
Fakta bahwa seorang ketua LSM bisa membawa bundelan buku tanah dari kantor BPN menunjukkan adanya permainan kotor di balik layar. Dugaan keterlibatan oknum BPN, oknum aparat penegak hukum, dan kelompok bisnis patut diusut secara serius oleh Kementerian ATR/BPN dan Mabes Polri.
Anehnya, ketika warga melapor dan memohon perlindungan, justru mereka yang dipanggil dan diperiksa oleh Polda Banten. Sementara pelaku intimidasi tetap bebas beroperasi, bahkan melakukan pemagaran paksa atas nama “pemilik sah”. Inilah bentuk nyata hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah.

Mediasi Gagal, Pemerintah Bungkam
Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Banten sempat memfasilitasi mediasi antara warga dan pihak pengklaim lahan. Hadir pula Pemkot Cilegon, Polres, Camat, Lurah, dan Satpol PP. Namun, pihak yang mengaku pemilik tak pernah muncul. Mediasi gagal total. Semoga besok ditanggal 12 November 2025 Pemkot Cilegon tidak mengambil langkah nyata untuk melindungi warganya.
Jika pemerintah Cilegon terus bersikap pasif, maka wajar publik menilai bahwa negara sedang bersekongkol dengan para pemodal dan mafia tanah.
Kasus Kampung Lapak adalah ujian moral dan politik bagi Pemkot Cilegon serta Pemprov Banten. Apakah mereka berpihak pada rakyat yang telah 35 tahun membangun wilayah itu, atau tunduk pada kekuatan uang dan pengusaha? Jika dibiarkan, kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi ribuan warga Banten lainnya yang tinggal di tanah tanpa sertifikat formal, padahal mereka hidup secara turun-temurun di atasnya.
Negara wajib hadir bukan sebagai algojo, tetapi sebagai pelindung. Sebab rakyat tidak menuntut banyak — mereka hanya ingin kejelasan status, proses hukum yang adil, dan hak untuk hidup dengan tenang.
Kampung Lapak hari ini menjadi simbol perlawanan rakyat kecil terhadap kesewenang-wenangan struktural. Di balik tembok beton setinggi 2,5 meter, ada air mata, ada harapan, dan ada tekad yang tak bisa dibungkam.
Mereka mungkin miskin harta, tapi tidak miskin martabat. Dan sebagaimana sejarah telah berulang kali mencatat, ketika hukum berpihak pada yang kuat, rakyat akan menulis keadilannya sendiri.
Sebagai saksi lapangan yang mengawal kasus ini sejak awal, saya, menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan penegak hukum sejati untuk membuka mata. Kami mendukung perjuangan warga link priuk yg di koordinir oleh sekjend kami Aris Munandar DKK, untuk mencari keadilan.
H.Suwarni menegaskan “Hentikan penggusuran ilegal, bongkar mafia tanah, dan pulihkan hak-hak warga Kampung Lapak.
Karena di atas setiap sertifikat yang dipalsukan, ada nyawa dan air mata manusia yang tak ternilai oleh uang”.
Semoga besok Rabu 12 November 2025 mediasi yg difasilitasi oleh Walikota dan Forkomimda Cilegon bersama pihak Kepolisian bisa menghadirkan Hartono yg mengaku pemilik lahan agar ada solusi terbaik buat keadilan bagi warga link Lapak Priuk dan Kota Cilegon ini umumnya.(Red/Jaya Serang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *