Tulang bawangbtrust media.id
بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل علي محمد وال محمد وعجل فراجهم وارحمنابهم🙏
*Menyembelih Bayangan Diri, Jalan Sunyi Menghapus sifat Ujub (berbangga diri)
“Ada amal, tapi seperti tak ada. Ada diri, tapi telah sirna. Di sana, antara debu dan cahaya, para kekasih bersujud dalam ketiadaan.”
Dalam samudra panjang perjalanan ruhani, ada satu gelombang halus yang tampak indah namun diam-diam menenggelamkan kapal suluk : ujub,
yaitu rasa bangga terhadap amal ibadah sendiri. Ia tak berteriak, tak mengaum, tapi ia menjelma senyuman tipis yang muncul usai sujud. Ia tak mengguncang tubuh, tapi mengguncang niat. Ia tak mencuri pahala secara kasar, namun menggerogotinya seperti rayap yang menggerogoti dari dalam kitab doa.
Ujub bukan sebatas kesombongan. Ia lebih canggih, lebih elegan. Jika kesombongan memakai pakaian arogansi, ujub sering menyamar dalam jubah keikhlasan. Ia adalah perasaan halus yang membuat seseorang merasa “aku telah berbuat cukup”, “amal ini hasil jerih payahku”, atau “aku lebih baik daripada yang lain”. Padahal, dalam pandangan para arif, amal bukan milikmu. Nafasmu pun bukan engkau yang ciptakan. Maka untuk apa engkau bangga.
Dalam kegelapan akhlaq, para arif tak hanya takut pada dosa besar. Mereka gemetar saat melihat benih ujub tumbuh dalam kalbu.
Ujub adalah bentuk penyembahan terhadap bayangan amal, bukan kepada Allah SWT. Ia adalah syirik khafi (kemusyrikan tersembunyi), ketika seseorang tak lagi memandang Tangan Ilahi di balik amal, melainkan merasa tangannya sendiri yang berjasa.
Ujub muncul dari kealpaan akan asal-usul amal. Dalam pandangan urafa’, semua amal hakikatnya adalah pancaran tajalli Ilahi. Artinya :
Shalatmu adalah rahmat Allah SWT yang membuatmu mampu berdiri.
Sedekahmu adalah kemurahan Allah SWT yang menitipkan harta padamu.
Dzikirmu adalah karunia Allah SWT yang membisikkan nama-Nya dalam jiwamu.
Amal yang lahir bukan karena kekuatanmu, tapi karena engkau dipilihNya untuk beramal. Maka ujub adalah kelupaan terhadap pemilik sejati amal.
Para arif tidak menulis manual teknis, mereka menulis dengan darah tangis dan cahaya fana’. Maka, cara menghapus ujub bukanlah menahan diri dari memikirkannya semata, tapi membakar akar “aku” itu sendiri.
Berikut adalah jalan-jalan yang mereka ajarkan :
1. Mengingat Keagungan Allah (Tawhid Af’ali)
Segala sesuatu yang terjadi adalah dari Allah SWT. Ketika engkau menyadari bahwa bahkan keinginan untuk berbuat baik pun dari-Nya, maka bangga pun gugur. Bagaimana mungkin engkau berbangga atas sesuatu yang bukan milikmu ?
2. Melihat Keterbatasan Diri
Setiap amal selalu bercampur cela. Imam Ali as berkata :
“Aku takut pada amal yang kuanggap amal.”
Jiwa yang mengenal kekurangannya takkan sempat mengagungkan amal. Ia hanya mengalirkan amal seperti air yang mengalir, tanpa menengok ke belakang.
3. Menyaksikan Amal Sebagai Jalan, Bukan Tujuan
Dalam ajaran para urafa’, amal hanyalah kendaraan menuju Allah SWT, bukan Allah SWT itu sendiri. Amal adalah perahu, bukan pantai. Maka jangan jatuh cinta pada dayungmu, cintailah laut yang menjemputmu ke arahNya.
4. Menanamkan Fana’ dan Kehampaan Diri
Fana’ bukan ketiadaan mutlak, tapi kesadaran bahwa engkau tiada di hadapan Yang Ada. Saat kesadaran ini menyatu, ujub meleleh seperti embun di bawah matahari ma’rifat.
Ironisnya, amal bisa jadi jebakan termanis. Orang yang tenggelam dalam maksiat sering lebih sadar bahwa ia butuh ampunan. Tapi orang yang tenggelam dalam amal bisa lupa bahwa ampunan Allah SWT lebih penting daripada amal itu sendiri.
“Aku tak takut dosa, karena itu membuatku menangis. Tapi aku takut amal, karena ia membuatku tersenyum lalu terlena.”
Imam Ali Zainal Abidin as, dalam doa panjangnya, berkata :
“Ya Allah, jadikan aku melihat amalku kecil di mataku, meski besar di pandangan-Mu.”
Inilah maqam/derajat para arif Billah (mengenal diri dn tuhan sejatinya)mereka beramal banyak,tapi merasa tak berbuat apa-apa.
semoga bermanfaat
اللهم صل علي محمد وال محمد وعجل فراجهم وارحمنابهم
(Red/m)