Kepala Desa Bisa Dihentikan Juga Kok.

SUDUT PANDANG

ALIMAN OEMAR

Saat ini, di zaman yang katanya demokrasi adalah suatu sistem terbaik dalam pemilihan Pemimpin, atau mengambil keputusan ter”syah”.

Bahkan, selalu kita berceloteh demokrasi dong …dan seterusnya.

Salah satu bentuk /Demokrasi terkini, adalah keterpilihan kepala desa oleh Masyarakatnya atau rakyatnya.

Dengan legitimasi sebagai pilihan rakyat, terkadang kepala desa terpilih menjadi Superior.

Dan itu juga terkadang “salah kaprah” dalam pelaksanaanya.

Dan dalam prakteknya, dalam banyak hal ada saja kasus kasus yang dialami kepala kepala desa mulai dari yang disebut korupsi bahkan “moral”

Pengangkatan dan Pemberhentian kepala desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.

(Permendagri 82/2015 ) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa [Permendagri 66/2017].

Kepala Desa adalah pejabat pemerintah desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas pemerintah daerah khususnya Pemberhentian kepala desa dapat terjadi dengan berbagai alasan, yaitu  :

1. Meninggal dunia

2. Permintaan sendiri

3. Diberhentikan

Kepala Desa diberhentikan

1. Berakhir masa jabatannya

2. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan karena menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya

3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa

4. Melanggar larangan sebagai kepala desa

5. Adanya perubahan status desa menjadi kelurahan, penggabungan 2 desa atau lebih menjadi 1 desa baru, atau penghapusan desa

Baca juga:  Masyarakat Apresiasi Langkah Divisi Humas Polri Dalam Menggelar Dialog Publik Jelang Pemilu 2024

6.Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa; dan/atau dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Selain itu, kepala desa juga dapat diberhentikan sementara oleh bupati/walikota, karena tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa;

melanggar larangan sebagai kepala desa;

dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan register perkara di pengadilan; dan

ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, teroris, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.

Selanjutnya, Badan Permusyawaratan Desa melaporkan kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain jika kepala desa berhenti.

Laporan tersebut memuat materi kasus yang dialami oleh kepala desa yang bersangkutan dan kemudian Bupati/Walikota melakukan kajian untuk proses selanjutnya atas laporan tersebut.

Lebih lanjut, pengesahan pemberhentian kepala desa ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota yang disampaikan kepada kepala desa yang bersangkutan dan para pejabat terkait pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Kewajiban dan Larangan bagi Kepala Desa

Berdasarkan Pasal 26 ayat (4) huruf c, d, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”) dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa berkewajiban di antaranya :

memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa;

menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; dan

membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa.

Larangan yang berlaku bagi kepala desa merujuk pada Pasal 29 UU Desa antara lain:

merugikan kepentingan umum;

membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;

menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;

melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;

melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa;

melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

Baca juga:  Pekik Perjuangan Buruh dari Kapolri saat Puncak Peringatan May Day

menjadi pengurus partai politik;

menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;

merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;

ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;

melanggar sumpah/janji jabatan , dan

meninggalkan tugas selama 30 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa ia tidak dapat memanfaatkan jabatannya sebagai kepala desa untuk berbuat sekehendaknya.

Maka dari itu, kepala desa juga dapat dianggap menyalahgunakan wewenangnya dan/atau melakukan perbuatan yang meresahkan masyarakat desa, karena kerap kali meresahkan warganya bisa dalam pengertian menerapkan kebijakan menurut kehendaknya saja dan atau melampaui kewenangannya dari sisi moral attitude.

Poinnya adalah dalam kontek keterbukaan Publik dan transparansi kebijakaan masyarakat tidak perlu merasa bersalah atau takut menyampaikan laporan , bila dianggap KEPALA DESA telah melakukan kesalahan sesuai fungsi dan jabatannya. (Redaksi / Dari berbagai sumber)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here