Kasus Korupsi Benih Jagung Eks Pejabat Pemprov Lampung, Penyidik Kejati Periksa ASN

0
221

Trustmedia.id, Bandar Lampung – Kasus korupsi pengadaan bantuan benih jagung pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian untuk Provinsi Lampung 2017 terus diusut.

Jaksa Penyidik Bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung kembali melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap dua saksi berstatus ASN, Rabu (2/6/2021).

“Kedua saksi yang diperiksa masing-masing berinisial MD dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung dan IM dari PT Dempo,” ujar Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Lampung Andrie W. Setiawan.

Sebelumnya, pihak Kejati Lampung telah dilakukan penyitaan aset milik salah satu tersangka dari pihak swasta.

Penyitaan meliputi dua aset bangunan yaitu satu unit rumah mewah yang terletak di daerah Bataranila, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

“Sedangkan satu unitnya lagi yaitu gudang di daerah Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung,” ungkap Andrie, dilansir IDNTimes.

Dijelaskan, pihaknya melakukan penyitaan itu sebagai salah satu upaya penyidik, untuk mengejar pemulihan atau pengembalian kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersangka.

Menurutnya, penyitaan tersebut didasari dengan Surat Keputusan Nomor: 8/Pen.Pid.Sus-TPK/2021/PN.TJK. dan Nomor: 9/Pen.Pid.Sus-TPK/2021/PN.TJK.

“Hal ini atas penetapan ketua Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A Bandar Lampung,” terang Andrie.

Tersangka belum diperiksa

Sebelumnya diberitakan, Kejati Lampung menetapkan Asisten II Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, Edi Yanto, tersangka korupsi pengadaan benih jagung, pada Direktorat Jendral Tanaman Pangan yang dialokasikan untuk provinsi.

Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Edi Yanto mengundurkan diri dari jabatannya.

Selain Edi Yanto, Kejati Lampung juga menetapkan dua tersangka lain yaitu Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung Herlin Retnowati, serta seorang rekanan, Imama.

“Saksi yang diperiksa dalam kasus ini, sudah 25 orang dan alat bukti yang dimiliki penyidik adalah alat bukti saksi, ahli, surat dan petunjuk,” kata Kepala Kejati Lampung Heffinur, saat jumpa pers, Kamis (25/3/2021).

Kasus ini berawal dari program pemerintah pusat, untuk swasembada jagung tahun 2017 di Lampung

Kemudian pemerintah daerah mengajukan proposal kepada Kementerian Pertanian secara elektronik (E- Proposal).

Dari pengajuan itu, Provinsi Lampung mendapatkan alokasi anggaran berkisar Rp140 miliar, dengan syarat digunakan untuk belanja benih varietas hibrida (pabrikan) 60 persen dan benih varietas hibrida balitbangtan 40 persen.

“Kemudian PPK melaksanakan penandatanganan kontrak sebanyak 12 kontrak dalam lima tahapan kegiatan, dengan jenis benih varietas yang diadakan ada sembilan jenis benih varietas hibrida. Kemudian salah satu varietas yang diadakan adalah jenis benih varietas balitbang dengan merek BIMA 20 URI,” jelas Heffinur, dilansir Suaralampung.

Selanjutnya PPK menunjuk PT. DAPI yang mengaku sebagai distributor, yang ditunjuk oleh PT ESA sebagai penyedia varietas benih jagung Balitbangtan, dengan pelaksanaan kontrak sebanyak dua kali senilai Rp15 miliar.

Rencananya akan dialokasikan untuk lebih kurang 26 ribu hektare lahan tanam, dengan jumlah benih sebanyak 400 kg yang tersebar di Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Lampung Utara.

“Namun dalam proses penyidikan diperoleh fakta PT DAPI tidak pernah mendapatkan dukungan dari produsen jenis benih BIMA 20 URI. Ada pun yang terjadi didalam proses pengadaan, hanya proses jual beli antara PT DAPI dengan PT ESA dan dalam mengadakan benih varietas penyedia yang ditunjuk,” terang Heffinur.

Namun PT DAPI mengadakan sendiri (membeli dari pasar bebas) sehingga kualitas daripada benih yang diadakan, menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan (sertifikat kadaluarsa atau sertifikat tumpang tindih).

Perkara ini berawal dari penyelidikan Kejaksaan Agung, dengan informasi awal yang tertuang dalam LHP BPK terhadap kegiatan Pemeriksaan Kementerian Pertanian RI.

Ditemukan adanya indikasi kerugian negara atas pekerjaan PT DAPI, karena benih melebihi batas masa edar atau kadaluarsa dan benih tidak bersertifikat senilai lebih kurang Rp8 miliar.

“Saat ini proses perhitungan kerugian keuangan negara, sedang dikoordinasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI,” kata Heffinur.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Lampung Andrie W Setiawan menambahkan, perbuatan korupsi tersangka diduga telah merugikan negara sebesar Rp 8 miliar.

Terhadap yang bersangkutan, disangkakan pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. (*)

FOTO: Edi Yanto (Istimewa)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini