Jaksa Agung RI Meminta Kepala Kejati dan Kepala Kejari Sedapat Mungkin untuk Mengerahkan Jajaran Perdata dan Tata Usaha Negara Guna Melakukan Audit Terhadap Tata Kelola

0
169

Jaksa Agung RI Meminta Kepala
Kejati dan Kepala Kejari
Sedapat Mungkin untuk
Mengerahkan Jajaran Perdata
dan Tata Usaha Negara Guna
Melakukan Audit Terhadap
Tata Kelola

Jakarta,trustmedia.id

Salah satu pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin kepada Kepala Kejaksaan Tinggi beserta jajarannya serta para Kepala Kejaksaan Negeri se-Sumatera Selatan beserta jajarannya, pada saat kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, adalah mengenai penanganan perkara tindak pidanakorupsi. Kamis, 25 November 2021.

Berdasarkan data situsTransparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 sebesar 37, dari sebelumnya IPK Tahun 2019 sebesar 40, namun kerja keras yang dilakukan belum mampu mendongkrak
IPK secara signifikan, ungkap Jaksa Agung.

Dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi,Jaksa Agung RI Burhanuddin selalu menekankan kepada setiap satuan kerja agar selalu menggunakan hati nuranidan mengedepankan kearifan, sertamemperhatikan
kualitas perkara seperti status sosial pelaku dimata masyarakat, besaran nilai kerugian negara, besaran nilai pengembalian kerugian negara, kompleksitas perkara, dan jika memungkinkan sekaligus mengangkat kasus Tindak Pidana Pencucian Uang-nya (TPPU).

Perkara korupsi tidak hanya berasal dari pengadaan barang dan jasa, tetapi juga bisa dari sektor-sektor yang menjadi sumber pemasukan daerah. Lakukan penegakan
hukum yang dapat mendukung investasi, Jaksa Agung menekankan pengarahannya.

Bahwa Kejaksaan semakin mampu
mengungkap perkara besar dan berkualitas” ujar Jaksa Agung.Jaksa Agung mengatakan bahwa memberantas tindak pidana korupsi harus dilakukan secara berimbang antara
pendekatan pencegahan (preventif) dan penindakan (represif) yang saling sinergis, komplementer, terintegrasi dan proporsional. Penanganan suatu perkara tidak hanya
sekadar mempidanakan pelaku dan mengembalikan kerugian negara, namun juga harus dapat memberikansolusi perbaikan sistem agar tidak terulang di kemudian hari.

“Untuk itu, saya tegaskan pentingnya sinergitas bidang Pidana Khusus serta Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sangat diperlukan untuk melakukan penegakanhukum yang konstruktif. Karena sebanyak apapunpenuntutan yang dilakukan, dan sebanyak apapunpengembalian kerugian negara tanpa diikuti denganperubahan konstruktif, maka kita belum sepenuhnyamelakukan penegakan hukum” ujar Jaksa Agung.

Oleh karenanya, terhadap setiap instansi yang telah berhasil dibuktikan tindak pidana korupsinya oleh bidang Pidana Khusus, Jaksa Agung RI meminta Kepala 0Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri sedapat mungkin untuk mengerahkan jajaran Perdata dan Tata Usaha Negara guna melakukan audit terhadap tatakelola, sehingga terjadi perbaikan sistem pada instansi tersebut, dan diharapkan pada instansi tersebut tidakterulang tindak pidana korupsi yang lebih disebabkankarena rendahnya sistem dan tata kelola.

Jaksa Agung RI selanjutnya menyampaikan, bahwa tolak ukurnya dalam menilai kinerja Kajati dan Kajari beserta jajarannya tidak sebatas pada jumlah penyelidikan dan penyidikan yang dikerjakan, tetapi juga jumlah perkara yang ditingkatkan ke tahap penuntutan.

Salah satu kekeliruan kita dalam menyikapi rendahnya
IPK adalah dengan mengejar penanganan korupsi
sebesar-besarnya, namun melupakan perbaikan sistem
yang mengarah pada terwujudnya ekosistem yang
berorientasi pada transparansi, akuntabilitas, dan
persaingan usaha yang sehat.
Untuk itu Jaksa Agung RI mengajak Kajati dan Kajari
beserta seluruh jajaran untuk mengubah cara berpikir
dalam memberantas tindak pidana korupsi dengan turut
berorientasi pada perbaikan sistem, yaitu dengan
memperhatikan beberapa indikator dalam IPK, antara
lain:
1. Penilaian tentang kaitan kebijakan politik dengan
persaingan usaha yang sehat;
2. Penilaian tentang keberadaan suap di antara dunia
usaha dengan pelayanan publik;
3. Penilaian tentang resiko individu/perusahaan
melakukan suap untuk menjalankan usahanya;
4. Penilaian tentang pandangan para pelaku usaha
terhadap permasalahan korupsi di Indonesia;
5. Penilaian tentang tindak pidana korupsi beserta
tingkat eselon tertinggi yang melakukan korupsi pada
lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif
6. Penilaian tentang kebiasaan pelaku usaha
melakukan pembayaran kepada oknum untuk
keuntungan pelaku usaha;
7. Penilaian tentang efektivitas pemidanaan korupsi
terhadap pejabat publik,efektivitas penerapan
penegakan integritas pada lembaga publik, serta
tingkat keberhasilan dalam mencegah korupsi;
8. Penilaian tentang ketersediaan prosedur atau
peraturan mengenai alokasi dan penggunaan dana
publik yang transparan dan berakuntabilitas pada
lembaga atau instansi yang menerima;
9. Penilaian tentang tindak pidana korupsi pada
Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun polisi
atau militer.
Dalam rangka menaikan IPK tersebut, Jaksa Agung
meminta seluruh bidang untuk mendorong pemerintah
setempat untuk:
1. Melakukan legal audit guna memperbaiki sistem;
2. Mengutamakan pelayanan digital, baik melalui
aplikasi maupun situs resmi yang aktual dan mudah
diakses;
3. Memberikan pelayanan prima yang cepat, mudah
dan transparan;
4. Menunjukan akuntabilitas kinerja kepada
masyarakat;
5. Menerbitkan standar operasional prosedur dan
akuntabilitas penggunaan dana publik;
6. Membangun zona integritas dan meraih predikat
wilayah bebas korupsi (WBK) – Wilayah Birokrasi1r

Jika hal ini dilakukan secara stimulan dan penuh
integritas, Jaksa Agung yakin akan mempersempit celah bagi para oknum untuk melakukan perilaku koruptif, sehingga akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif.

Disamping itu, Jaksa Agung menyampaikan bahwa Kejaksaan selaku instansi penegak hukum harus terus meningkatkan performa dengan cara:
1. Melakukan pengawalan dan pengamanan
pembangunan, khususnya pada proyek strategis
pemerintah agar proses pembangunan tepat waktu,tepat mutu, dan tepat guna;
2. Segera menindaklanjuti laporan pengaduan dan
diproses secara profesional;
3. Melakukan edukasi hukum dalam program Jaksa
Masuk Sekolah (JMS), Penyuluhan Hukum, maupun
berbagai seminar pemberantasan kinerja;
4. Mempublikasi kinerja Kejaksaan secara masif dan kreatif atas capaian-capaian kita untuk meningkatkan kepercayaan publik.

Dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi,Jaksa Agung RI Burhanuddin selalu menekankan kepada setiap satuan kerja agar selalu menggunakan hati nurani dan mengedepankan kearifan, serta memperhatikan kualitas perkara seperti status sosial pelaku dimata masyarakat, besaran nilai kerugian negara, besaran nilai pengembalian kerugian negara, kompleksitas perkara, dan jika memungkinkan sekaligus mengangkat kasus Tindak Pidana Pencucian Uang-nya (TPPU).(*)

 

 

 

 

 

 

.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini