Bukan Pelaku Utama, Divonis 6 tahun di Luar 1 tahun tuntutan. : Penasehat Hukum terdakwa & MAPAN Indonesia Kecam Putusan Hakim

Bukan Pelaku Utama, Divonis 6 tahun di Luar 1 tahun tuntutan. : Penasehat Hukum terdakwa & MAPAN Indonesia Kecam Putusan Hakim

*”Bukan Pelaku Utama, Divonis 6 tahun di Luar 1 tahun tuntutan. : Penasehat Hukum terdakwa & MAPAN Indonesia Kecam Putusan Hakim”*

Bekasi, – Trust Media

Tepatnya di Hari Kesaktian Pancasila rilis ini terbit. Kasus pidana narkotika atas nama Terdakwa Jesicca Setiawati binti Iwan Setiawan di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, kembali menjadi sorotan publik setelah putusan Majelis Hakim dinilai menyimpang dari koridor hukum acara pidana dan prinsip proporsionalitas.

Dalam sidang putusan yang dibacakan Majelis Hakim PN Cibinong pada 25 Juni 2025, Terdakwa Jesicca dijatuhi hukuman 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp 1 miliar rupiah subsidair 1 bulan penjara, padahal tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya hanya 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 50 juta rupiah.

*Tuntutan Jaksa vs Putusan Hakim: Perbandingan Mencolok*

Berdasarkan dokumen Tuntutan JPU, Terdakwa hanya dituntut berdasarkan Pasal 131 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu _“dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dan 114”_, dengan ancaman maksimal hanya 1 tahun penjara.

Namun dalam amar putusan Majelis Hakim, Terdakwa justru dinyatakan bersalah melanggar Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika, yaitu _“turut serta menerima narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman dengan berat lebih dari 5 gram”,_ yang ancaman maksimalnya jauh lebih berat.

Perubahan pasal dan jenis pidana dalam putusan tersebut jelas melampaui ruang lingkup dakwaan dan tuntutan jaksa, sehingga secara tegas berpotensi melanggar prinsip ultra petita partium serta melanggar asas legalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.

*Berdasarkan fakta dalam berkas dan persidangan:*

Tersangka utama, yakni almarhum HUSEIN MUHAMAD ANNAHDI, telah meninggal dunia dalam tindakan penegakan hukum (tindakan tegas dan terukur) Unit Satuan Narkoba Polres Kab.Bogor saat penyergapan oleh pihak kepolisian di lokasi kejadian.

Jesicca Setiawati hanya berada di lokasi penangkapan sebagai penumpang atau orang yang diajak jalan-jalan ke bandung, dipertengahan jalan terdakwa diarahkan ke Subang.

Jesicca tidak pernah tertangkap tangan membawa atau menguasai narkotika jenis sinte (bibit sinte), melainkan hanya didakwa karena _“tidak melaporkan tindak pidana”._

Selama persidangan, JPU sendiri tidak pernah membuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa Terdakwa adalah pelaku utama maupun sebagai bagian dari sindikat peredaran gelap narkotika.

*Analisa Hukum dari Penasehat Hukum (Aslam Syah Muda, S.H.I., CT.NNLP):*

Aslam Syah Muda, Penasehat Hukum Terdakwa, menyayangkan putusan tersebut dan menyampaikan keberatan terhadap putusan Majelis Hakim PN Cibinong. Menurutnya, putusan ini berpotensi cacat yuridis serius berdasarkan analisa hukumnya dengan alasan:

1. *Melanggar Asas Legalitas (Nullum Crimen Sine Lege, Nullum Poena Sine Lege)*
Putusan Majelis Hakim menerapkan pasal yang tidak didakwakan dan tidak dituntut oleh Jaksa, sehingga bertentangan dengan prinsip Pasal 1 ayat (1) KUHP.

2. *Melanggar Asas Ultra Petita Partium*
Majelis Hakim mengadili dan memutus di luar dari petitum tuntutan, padahal putusan pidana wajib berdasarkan surat dakwaan dan tuntutan JPU, sesuai putusan Mahkamah Agung No. 46 PK/Pid.Sus/2010.

3. *Asas Non-Retroaktifitas dan Praduga Tak Bersalah*
Pertimbangan Hakim yang mendasarkan pada riwayat penangkapan terdakwa sebelumnya sangat tidak relevan dan melanggar asas presumption of innocence, karena tidak pernah ada putusan pengadilan sebelumnya yang menyatakan Terdakwa sebagai residivis atau terbukti bersalah dalam perkara lain.

4. *Kematian Pelaku Utama Menghapus Sifat Utama Perkara*
Dengan meninggalnya pelaku utama, HUSEIN MUHAMAD ANNAHDI, maka pokok utama perbuatan pidana utama telah gugur, sehingga Terdakwa tidak dapat dipaksa memikul beban pertanggungjawaban pidana yang sebenarnya menjadi tanggung jawab pelaku utama.

Ketua Umum MAPAN (Masyarakat Peduli Anti Narkoba) Indonesia, *PSF. Parulian Hutahaean*, dalam pernyataannya menegaskan:

_”Kami sangat mendukung pemberantasan narkotika, tapi jangan sampai proses hukum menjadi sarana kriminalisasi terhadap pihak yang seharusnya tidak layak dihukum berat. Fakta bahwa Jaksa hanya menuntut 1 tahun, sementara Hakim menjatuhkan 6 tahun, adalah bentuk pelanggaran serius terhadap etika kehakiman dan keadilan hukum. Jika dibiarkan, hal seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi warga negara lainnya.”_

MAPAN Indonesia mendesak agar Pengadilan Tinggi Jawa Barat membatalkan putusan ini dan mengembalikan proporsi hukum sesuai tuntutan Jaksa dan fakta hukum di persidangan.

Atas dasar tersebut, Kuasa Hukum Terdakwa telah resmi mengajukan Permohonan Banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan tengah menyusun Memori Banding yang akan memperjelas seluruh argumentasi hukum terkait cacat formil dan materiil dalam putusan Pengadilan Negeri Cibinong.

Kasus ini menjadi alarm keras bagi dunia peradilan pidana di Indonesia, bahwa pemberantasan narkotika harus tetap dalam koridor hukum acara, asas keadilan, asas proporsionalitas dan perlindungan hak asasi manusia. ( Tim )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *