Ajang Bisnis Di Sekolah Berkedok Baju Seragam 

Ajang Bisnis Di Sekolah Berkedok Baju Seragam 

Sinjai, TrustMedia.id– Setiap tahun ajaran baru, ada saja kelakukan oknum pengelola dunia pendidikan melakukan pungutan dengan dalih menjual baju seragam kepada siswanya.

Penjualan baju seragam ini, identik dengan pemaksaan karena para peserta didik dihimbau, kalau tidak membeli baju seragam, maka siswa tidak akan diikutkan dalam pelaksanaan ujian mata pelajaran. Secara tidak langsung membuat siswa merasa ketakutan dan malu untuk ke sekolah melihat teman-temannya yang orang tuanya berkecukupan.

“Salah satu orang tua siswa, mengeluhkan tentang pembelian baju seragam yang harganya dianggap lumayan mahal, apalagi tidak boleh dicicil, harus cash, inikan memberatkan siswa, apalagi kita ini orang tua dengan ekonomi pas-pasan,” Keluh orang tua siswa, yang namanya enggan dipublikasikan.

Ditengah krisis perekonomian saat masa pandemi Covid-19 ini, masih saja beberapa pengelola pendidikan di berbagai sekolah, baik di Sekolah Menengah Atas, Sekolah Madrasah maupun Sekolah Dasar, membebani siswanya dengan harus membeli baju seragam sekolah. Baju seragam yang dianjurkan pihak sekolah untuk dibeli siswa-siswi yaitu seragam batik, Seragam Olah Raga.

“Bagi orang tua siswa yang kategori mampu atau berada itu tidak berarti. Tapi bagi kita ini kodong sangat memberatkan, bukan berarti kita tidak mau membelikan anak-anak, tapi kalo harga dianjurkan pihak sekolah, yaah..mau tidak mau sebagai orang tua bagaimana caranya diusahakan karena anak-anak juga merasa malu sama teman-temannya yang lain sudah beli,” keluh kesah orang tua siswa.

Saat ini ekonomi warga masih sulit karena kondisi dan situasi covid-19 belum habis, apalagi sekolah tatap muka baru dimulai dan walaupun pemerintah sudah mengumumkan kelonggaran protokol kesehatan berkaitan dengan covid-19, khususnya pembatasan pemakain masker sudah dilonggarkan tapi sistem pemulihan ekonomi masyarakat belum begitu normal. Sehingga hal ini tentunya pihak sekolah semestinya menjadi pertimbangan. seharusnya pihak sekolah tidak memberlakukan aturan ini, menjadi wajib kepada seluruh siswa.

Karena tidak semua orang tua siswa kondisi ekonominya sama. Apalagi di sekolah ada program siswa miskin, sehingga apabila ada kebijakan pengadaan pakaian atau peralatan yang berkaitan dengan peserta didik mestinya menjadi pertimbangan khusus bagi siswa miskin. Dan yang pasti pihak sekolah sudah memiliki data dan jumlah siswanya yang tergolong berasal dari kaluarga miskin atau perekonomian pas-pasan.

Ironis, penerapan pelaksanaan proses belajar mengajar masih juga membebani siswa-siswi, sementara dalam RAPBN tahun Anggaran 2022, serapan anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp. 541,7 triliun. Anggaran pendidikan ini digunakan untuk beberapa program termasuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk membantu sekolah-sekolah di Indonesia agar dapat melaksanakan kegiatan belajar yang lebih baik bagi siswa dalam bentuk hibah.

Tujuan pemerintah mengucurkan dana BOS tentunya untuk membantu kegiatan pembelajaran bagi setiap satuan pendidikan, karena dengan demikian sekolah dapat memenuhi segala kebutuhan seperti pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, hingga pembelian alat-alat multimedia untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar. Yang jadi pertanyaan juga bagi beberapa kalangan peduli pendidikan, masih banyak sekolah belum dilengkapi sarana aplikasi penerapan berbasis internet sementara pelaksanaan ujian sekolah dengan penerapan sistem aplikasi android sudah menjadi kewajiban, yang pada akhirnya mau tidak mau, lagi-lagi siswa dibebani dengan harus menyiapkan data untuk kelancaran pelaksanaan ujian.

Ada juga sekolah terpaksa memobilisasi siswanya mencari sekolah yang sistem penerapan aplikasi internetnya memadai untuk ditempati melaksanakakan ujian. Sehingga beban pengeluaran siswa bertambah, dengan jarak yang memungkinkan serapan pembelajaran dan daya ingat siswa terhadap mapel yang akan diujikan akan hilang atau resiko terlupakan.

Pemeraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Utamanya, Pasal 181 dan 198. Disebutkan, mulai dari pendidik atau tenaga pendidik, komite sekolah dan dewan pendidikan, baik secara perseorangan atau kolektif, tidak diperbolehkan menjual pakaian seragam ataupun bahan seragam sekolah. Walau dengan dalih keseragaman, pengadaan baju seragam dari pihak sekolah, tentunya juga perlu ditelaah lebih lanjut apakah pihak sekolah sudah bersosialisasi atau belum dengan pihak komite sekolah.

Permendikbud 1 tahun 2021 pasal 27, ada larangan melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB. Juga Pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014. Tentang pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah. Isinya, pengadaan pakaian seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orang tua atau wali peserta didik. Kedua, pengadaan pakaian seragam sekolah tidak boleh dikaitkan dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik atau kenaikan kelas.

Dengan fenomena yang terjadi di beberapa sekolah di Kabupaten Sinjai. Diminta Dewan Pendidikan Kabupaten Sinjai, agar turun melakukan monitoring dan evaluasi dibeberapa sekolah, karena disinyalir beberapa sekolah hampir tidak melibatkan komite sekolah yang telah dibentuk dan bahkan ada sekolah yang pengurus komitenya sudah 13 tahun dan tidak pernah diperbaharui. (Red/Tim Trustmedia.id)