TrustMedia.id – Lampung Timur- Sengketa Tanah Kades gugat warga Rp 2,5 Milyar, sedikitnya 20 warga pemilik tanah di Dusun II RT I Desa Donomulyo, Kecamatan Bumi agung,kembali berhadapan dengan Mulyani dan Yasmiran (Kepala Desa dan Sekretaris Desa Donomulyo) di Pengadilan Negeri Sukadana, Kabupaten Lampung Timur.
Senin (21/12/2020).
Dalam Gugatan Rekovensi hari ini adalah gugatan balik, 20 warga Desa Donomulyo, menggugat penggugat senilai Rp 6 milyar.
Perkara yang terdaftar dengan Nomor Register 28/Pdt.G/2020/PN.Sdn itu muncul menyusul “klaim” Kepala Desa dan Sekretaris Desa setempat atas tanah seluas lebih kurang 4 ha yang sudah dihuni dan digarap warga sejak lebih 40 tahun silam itu sebagai tanah milik desa.
Dalam menggugat warga tersebut, Mulyani dan Yasmiran didampingi oleh Adokat Dr. Eddy Ribut Harwanto, Kemari, SH, M. Arsyad Lakoni, SH, MH, dan Mereansyah, SH, MH. dari Kantor Hukum EDDY R.HARWANTO & Associates.
JONI WIDODO, S.H., M.M.,sebagai tergugat mengatakan ke awak media hari ini sidang jawaban tergugat menolak dengan tegas semua dalil (dalil-dalil) Para Penggugat, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh Para Tergugat.
Dalam perkara No. 28/Pdt.G/2020/PN.Sdn warga didampingi 6 pengacara dari LBH TUWAH BEPADAN (LBH “SATU”), yang terdiri atas: OKTA VURNANDO, SH, MH; ANDRI AFRIZAL, SH; AHMAD MUSTOFA, S.Sy; HENDRA SAPUTRA, SH; DEDI WIHAYA, SH; ADI SURYA; dan ANDRIYADI, SH.
Bahwa dalil Para Penggugat pada Nomor 1, 2, dan 3 Halaman 6 tentang asal-usul Desa Donomulyo, adalah TIDAK BENAR, oleh karenanya harus ditolak,” paparnya.
Namun faktanya yang sebenarnya adalah, Desa Donomulyo adalah sebuah desa yang dibangun oleh para transmigran asal Jawa Timur, khususnya dari daerah Malang, Kediri, dan Surabaya, yang menempati lokasi tanah bekas perladangan Masyarakat adat Margatiga khususnya, masyarakat dari Desa Bumi Tinggi, dan Desa Negeri Agung (saat ini bernama Desa Nyampir) yang berada di sebelah Utara Sungai Way Pegadungan dan tanah bekas perladangan Masyarakat adat, dari Buay Beliuk (Desa Negeri Tua) yang berada di sebelah selatan sungai Way Pegadungan dan diresmikan oleh Pemerintah pada tanggal 10 Juli 1956 berdasarkan besluit (Keputusan) Residen Lampung Nomor: 82/D/1956.
Lanjutnya Bahwa dalil Para Penggugat pada Nomor 4 dan nomor 5 Halaman 6 s.d 7 tentang status kepemilikan objek sengketa dalam perkara a quo yakni tanah seluas lebih kurang (±) 200 x 200 Meter (± 40.000 Meter Persegi / M² atau sama dengan 4 Hektoare / Ha) yang terletak di Desa Donomulyo, Kecamatan Bumi Agung, Kabupaten Lampung Timur, sebagai aset Desa Donomulyo dan status Misdjan Partoredjo dalam transaksi atas objek tersebut dengan Yap Eng Kim, bukan saja”TIDAK BENAR” tetapi juga didasarkan kepada ketidak pahaman tentang hukum tanah, bahkan terindikasi ingin mengambil tanah rakyat secara melawan hukum, sehingga oleh karena itu harus ditolak.
Menurutnya Joni Widodo adanya
Ketidak konsistenan penggugat menggunakan istilah hukum dalam memaknai transaksi atas tanah tersebut dalam perkara ini yang terkadang menggunakan istilah SEWA dan terkadang menggunakan istilah HAK PAKAI jelas menunjukkan ketidak pahaman penggugat tentang status tanah dan kepemilikan tanah tersebut,” jelasnya.
” Kalaupun Misdjan Partoredjo pernah mengadakan perjanjian atas tanah tersebut dengan Yap Eng Kim yang dituangkan dalam Surat Keterangan (Perjanjian) pada tanggal 9 Juni 1958 di hadapan Kepala Desa Donomulyo dan Kepala Negeri Sukadana, untuk dijadikan lokasi pembangunan Pabrik Sagu, bukan dalam kapasitasnya sebagai Kepala Desa Donomulyo seperti yang didalilkan Penggugat, tetapi dalam kapasitas sebagai pribadi pemilik tanah tersebut, ,” pungkasnya.(rob)